Mendagri Tito Karnavian
Jakarta-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada 22 Juli 2023. Dilansir dari salinan Inmendagri yang telah dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Syafrizal ZA, pada Rabu (23/8/2023), aturan itu ditujukan untuk 11 kepala daerah.
Polusi Udara Kesebelas kepala daerah itu adalah Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Bupati Bogor, Bupati Bekasi, Bupati Tangerang, Wali Kota Bogor, Wali Kota Bekasi, Wali Kota Depok, Wali Kota Tangerang dan Wali Kota Tangerang Selatan. Dalam aturan itu, Mendagri Tito memerintahkan para kepala daerah di Jabodetabek melakukan 13 hal.
Pertama, melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja dengan ketentuan sebagai berikut: a. Work From Home (WPH) dan Work From Office (WFO).
Yakni agar sedapat mungkin dilakukan WFH sebanyak 50 persen dan WFO 50 persen, antara lain bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan perangkat daerah, karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Lalu mendorong masyarakat/ karyawan swasta dan dunia usaha untuk melakukan sistem kerja WFH dan WFO yang persentase dan jam kerjanya disesuaikan dengan kebijakan instansi/pelaku usaha. b. Penyesuaian sistem kerja WFH dan WFO dikecualikan bagi pihak-pihak yang memberikan layanan publik secara langsung dan pelayanan esensial. c. Modifikasi (sif) pengaturan sistem kerja oleh Pemerintah Daerah untuk ASN dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berpedoman pada kebijakan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Kedua, kepala daerah diminta melakukan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor (mobil/motor) dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi ASN dan/atau masyarakat yang melaksanakan WFO atau yang masih melakukan aktivitas di luar rumah untuk menggunakan dan mengoptimalkan moda transportasi massal/ transportasi umum. b. Mengoptimalkan penggunaan kendaraan operasional atau bus antar jemput bagi ASN, karyawan BUMN dan BUMD yang tidak beremisi atau kendaraan listrik. c. Mendorong masyarakat/ karyawan swasta dan dunia usaha yang melakukan WFO atau masih melakukan aktivitas di luar rumah agar menggunakan kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik.
Ketiga, para kepala daerah diminta melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan modifikasi sistem belajar/ pembelajaran jarak jauh bagi peserta didik berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi, serta Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Agama.
Keempat, mengoptimalkan penggunaan masker pada saat melakukan aktivitas di luar ruangan.
Kelima, meningkatkan pelayanan transportasi publik dengan ketentuan sebagai berikut: a. pada puncak kemacetan dan/ atau jam macet dengan cara: 1) memastikan jumlah kendaraan dan kapasitas serta ruang yang nyaman. 2) memberikan insentif lebih (potongan), agar masyarakat terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal/ transportasi umum b. menambah jumlah rute dan titik angkut dibeberapa daerah yang masih terbatas, sehingga penggunaan transportasi publik dapat menjangkau seluruh keperluan mobilitas masyarakat c. mengatasi gangguan di jalur busway (Transjakarta) yang mengakibatkan gangguan operasional dan efisiensi opesiansi
Keenam, kepala daerah diminta mengefektifkan pelaksanaan uji emisi kendaraan dengan ketentuan: a. memperketat program uji emisi yang khususnya dilakukan instansi/ aparat penegak hukum melalui institusi Kepolisian dan Dinas Perhubungan bagi seluruh kendaraan dan melarang kendaraan yang tidak lulus uji emisi untuk beroperasi. b. meningkatkan frekuensi pengawasan dan uji petik kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan uji emisi secara acak (random). c. memberikan sanksi untuk pelanggaran uji emisi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. meningkatkan jumlah fasilitas uji emisi.
Ketujuh, kepala daerah diminta melakukan sosialisasi dan pemberian kemudahan bagi pengguna kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik, melalui: a. pemberian insentif b. pembebasan dari pembatasan kendaraan seperti bebas ganjil genap atau pembebasan pembatasan jumlah penumpang c. pemberian fasilitas prioritas parkir dan pengurangan biaya parkir d. mendorong pengadaan kendaraan melalui kemudahan pembiayaan.
Kedelapan, kepala daerah agar melaksanakan pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau melalui sejumlah langkah ini : a. Mendorong penggunaan scrubber pada kendaraan bermotor. b. Pelarangan pembakaran sampah oleh masyarakat secara terbuka. c. Pengendalian polusi dari aktivitas konstruksi. d. Penyiraman jalan untuk mengurangi debu. e. Mengoptimalkan penanaman pohon dan tumbuhan di lingkungan untuk menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. f. Perbanyak tanaman di ruang publik, termasuk jalan besar dan jalan kecil di perkampungan serta hidroponik pada ruang sempit. g. Pembuatan rooftop garden di perkantoran/ area publik. h. Penggunaan water curtain/green curtain; dan i. Melakukan modifikasi cuaca melalui hujan buatan.
Kesembilan, melakukan pengendalian pengelolaan limbah industri, melalui : a. peningkatan pengawasan terhadap industri yang menghasilkan emisi dari proses industri; b. mendorong penggunaan scrubber pada bidang industri dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara c. melakukan uji emisi terhadap industri serta melakukan inspeksi dan pengenaan denda terhadap pelanggaran batas emisi d. melakukan peremajaan terhadap alat-alat industri e. peningkatan energi terbarukan dan bahan bakar alternatif di sektor industri.
Kesepuluh, kepala daerah diminta melakukan pengawasan dan monitoring cuaca sebagai berikut: a. mengukur dan memantau tingkat polusi secara komprehensif dan terintegrasi; b. pemberian informasi secara transparan kepada masyarakat mengenai tingkat polusi; c. mengimbau masyarakat dalam berpartisipasi mendeteksi pelanggaran polusi; d. mengupayakan/mendorong alat pengadaan sensor pengukuran polusi; dan e. membuat rencana aksi pengendalian polusi secara terintegrasi antar provinsi, kabupaten/kota.
Kesebelas, melakukan koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkopimda) dan mengoptimalkan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah mengenai pengendalian pencemaran udara.
Keduabelas, menyediakan pendanaan untuk pengendalian pencemaran udara yang bersumber dari APBD dengan ketentuan: a. Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD; dan b. Pengeluaran sebagaimana dimaksud huruf a dilakukan dengan pembebanan langsung pada Belanja Tidak Terduga (BTP).
Ketigabelas, bupati/wali kota melaporkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan gubernur melaporkan kepada Mendagri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan atas hasil pelaksanaan dari Inmendagri ini secara berkala.
Adapun aturan ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan, yakni 22 Agustus 2023 sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian, berdasarkan hasil evaluasi atas kebijakan yang ditetapkan